ABSTRACT
10E01027 Pernikahan merupakan pola normal dalam kehidupan orang dewasa. Sebagian besar orang dewasa ingin menikah dan mengalami tekanan dari orang tua dan teman-teman untuk menikah (Hurlock, 1999). Sikap masyarakat Indonesia yang menempatkan menikah dan memiliki anak sebagai prioritas hidup wanita membuat pernikahan menjadi hal yang lebih penting bagi wanita daripada pria (Jones, dalam Suryani, 2007). Untuk menciptakan suatu pernikahan yang bahagia dan kekal dibutuhkan suatu kesiapan. Kesiapan ini meliputi dua aspek, yaitu kesiapan menikah pribadi dan kesiapan menikah situasi. Kesiapan menikah pribadi meliputi kematangan emosi, kesiapan usia, kematangan sosial, kesehatan emosional, dan kesiapan model peran. Sementara kesiapan situasi meliputi kesiapan finansial dan kesiapan waktu (Blood, 1978). Bila individu dewasa telah dapat memenuhi kedua aspek tersebut maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut telah siap untuk menikah. Fenomena yang muncul di masyarakat saat ini adalah adanya dewasa madya yang belum juga menikah, sedangkan menikah merupakan tugas perkembangan yang berada pada masa dewasa dini. Hal ini dapat menghambat individu tersebut untuk menjalankan tugas perkembangannya di masa dewasa madya yang seharusnya telah memiliki tugas untuk mendidik anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan melihat bagaimana kesiapan menikah pada wanita dewasa madya yang bekerja. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi yang dilakukan selama wawancara. Subjek penelitian berjumlah tiga orang wanita dewasa madya, dengan kriteria belum pernah menikah dan bekerja. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketiga responden dapat dikatakan telah memiliki kesiapan menikah. Responden I telah siap untuk menikah tetapi merasa pesimis dikarenakan usianya yang sudah cukup tua, responden II belum terlalu memikirkan pernikahan tetapi masih ingin menikah bila menemukan pasangan yang sesuai, sedangkan responden III merasa sudah siap secara finansial dan mental untuk menikah hanya saja belum menemukan pasangan yang sesuai dan seiman. Being married is a normal pattern in adult life. Almost of adults want to be married and feel pressor from their family and friends to get married (Hurlock, 1999). People in Indonesia see being married and having child as a priority of woman life, that makes being married is more important for a woman than a man (Jones, in Suryani, 2007). To have an eternal and happy marriage, an individual needs a marriage readiness. The readiness consist of two aspects, they are personal marriage readiness and circumtantial marriage readiness. The personal marriage readiness consist of emotional maturity, age readiness, social maturity, emotional health, and marriage models. The circumtantial marriage readiness consist of financial resources and time resources (Blood, 1978). If an adult has both of marriage readiness aspects, that an adult is ready to be married. Recent, the phenomenon in our society is there are middle age women which have not married especially working women, which marriage is development task in early adulthood. Not being married can delay an individual to do her development task in middle age that should has a task to care her child. The purpose of the research is to know how the dynamic of the marriage readiness that felt by a working woman in the middle age and still remain single. Technique that used to get the respondent n this research is snow ball sampling. The method which used to collect the data is in-depth interview. The respondents of this research are three single middle age women and working. The result of this research shown that 3 respondents want to be married and feel ready to marry. Respondent I is ready to marry but she is pesimis because of her age is too old now. Respondent II has not to think for marrying, but she still want to be married if getting a nice man. Then respondent III feels so ready mentally and economicly to marry but she has not got a man which can make her comfortable. Dra. Sri Supriyantini, M.Si, Psi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar