Senin, 07 Maret 2016

Diduga Malpraktik, Bidan Desa Suntik Bayi hingga Pendarahan

WATAMPONE - Seorang bayi bernama Muhammad Syukrillah Amin yang masih berumur 10 hari mendapatkan perawatan intensif di ruang NICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru Watampone lantaran suntikan berupa imuninasi yang diberikan oleh Bidan Desa bernama Dokter Eka yang bertugas di Desa Tawaroe Kecamatan Dua Boccoe menyebabkan bayi tersebut mengalami pendarahan dan kejang-kejang.

Peristiwa diduga malpraktik itu terjadi seminggu lalu namun baru diketahui publik kemarin lantaran pihak orang tua pasangan suami istri Muhammad Amin dan Marwah yang kecewa terhadap oknum dokter yang telah membuat bayinya masuk rumah sakit.

Ibu kandung Muhammad Syukrillah Amin, Marwah, mengatakan saat melahirkan malam Jumat pekan lalu, keesokan harinya bidan dokter di desanya yang juga melahirkan bayinya dirumah di Desa Tawaroe Kecamatan Dua Boccoe menyuntikkan imunisasi pertama di paha kaki kanannya. Setelah disuntik, beberapa jam kemudian bayi tersebut mengalami gejala kejang-kejang, muka pucat serta pendarahan selama satu hari di paha kanan bekas suntiknya. Melihat kondisi tak lazim pada bayi yang dilahirkan sehari itu, akhirnya membawanya ke Rumah Sakit Umum.

"Seandainya saya tidak bawa ke rumah sakit, anak saya pasti tidak selamat. Saya kecewa sekali sama dokternya karena tidak biasanya kondisi anak saya terjadi pada penyuntikan imunisasi anak lain dan saya curiga kalau anak saya salah suntik," keluh Marwah kepada wartawan Minggu, (10/3/2013).

Kendati demikian, Marwah mengatakan kalau selama perawatan delapan hari di RSUD Tenriawaru Watampone kondisi bayinya sudah agak membaik. Meski demikian jika dirinya trauma dengan bidan desa yang bertugas di desanya jika kelak memeriksakan anaknya kembali.

Bidan desa Dr Eka saat dikonfirmasi membantah jika telah melakukan mal praktik dan salah suntik. Menurutnya, pada bayi tersebut terdapat gejala-gejala yang tidak sehat dan memiliki kelainan. Hingga penyuntikan imunisasi kepada bayi itu berdampak komplikasi.

"Itu bukan mal praktik dan kami lakukan sudah sesuai dengan aturan. Jika mau tahu lebih lanjut kita hubungi dokter yang lain," kata Eka saat dihubungi melalui via ponselnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bone, Dr HA Alimuddin saat dihubungi SINDO belum mengetahui peristiwa tersebut. Namun, dia berjanji akan memanggil dokter yang bersangkutan untuk melapor apakah betul yang dilakukannya atau tidak hingga pihaknya akan mempelajarinya sebelum menjatuhkan sanksi.

Pantat Yeni Membusuk Setelah Disuntik KB

SUBANG, (PRLM).- Gara-hara disuntik KB, pantat Yeni Nurhayati (22), warga Desa/Kec. Sagalaherang, Subang, membusuk hingga mengeluarkan aroma tak sedap. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu, Yeni terpaksa mengalami pengobatan rawat inap di RSUD Ciereng.
Penyakit yang diderita Yeni diduga merupakan hasil malpraktik seorang bidan yang bertugas di Puskesmas Kecamatan Sagaleharang. "Bagian pantat yang kena jarum suntik menjadi busuk, berdarah dan bernanah," kata orang tua korban, Toto, di rumah sakit Ciereng, Jumat (1/4).
Menurut dia, luka yang diderita Yeni berawal ketika anaknya datang ke Puskesmas Sagalaherang untuk ber-KB. Saat itu Yeni dianjurkan memakai kontrasepsi suntik.
Namun, beberapa hari setelah disuntik, pantat yang terkena suntikan menjadi luka dan lukanya terus melebar. Sayangnya, Toto tidak ingat nama bidan yang menyuntik anaknya tersebut.
Setelah kejadian itu, lanjut Toto, bidan yang menyuntik Yeni tidak pernah masuk kerja lagi. Padahal, Toto sudah meminta pertanggungjawaban kepada pihak Puskesmas. "Tapi tak direspon sama sekali. Akhirnya kami bawa berobat ke rumah sakit dengan biaya sendiri," ujar Toto.
Dalam kesempatan itu, Toto berharap ada perhatian dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Dia juga menginginkan agar Dinkes turun tangan untuk menyelesikan kasus dugaan malpraktik yang menimpa anaknya dan membiayai seluruh biaya rawat inap Yeni.
Ketika hal itu dikonfirmasikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Wawan Setiawan mengaku baru mendapatkan laporan lisan dari orang tua korban. Namun, Wawan berjanji akan menerjunkan tim investigasi ke Puskesmas Sagalaherang, Senin (4/4) mendatang. "Tim akan bekerja apakah terjadi malpraktik atau bukan," kata Wawan.
Dikatakan, jika luka yang diderita Yeni benar-benar akibat malpraktik, maka bidan yang melakukannya pasti akan terkena sanksi kode etik kebidanan. Wawan juga berjanji akan mendanai seluruh biaya pengobatan dan biaya rawat inap selama Yeni dirawat di rumah sakit. "Kami akan bertanggung jawab penuh," kata dia. (A-106/das)***

Istri Meninggal Usai Melahirkan, Suami Polisikan Bidan

SIANTAR-Ando Sihombing (35) tidak merelakan kematian istrinya, Ranimawarni Turnip (30) usai melahirkan anak keempat mereka. Pasalnya, resiko kematian bisa dicegah kalau saja Bidan R Manarung yang menangani persalinan itu, tidak mewakilkan penanganan itu kepada anggota dan putrinya sendiri. Curiga terjadi malprkatik, warga Rantau Prapat, Labuhan Batu ini lantas melaporkannya ke pihak yang berwajib, Selasa (20/12).

Disela-sela acara Adat jelang pengebumian korban di rumah duka, Jalan AMD Kelurahan Naga Pita, Siantar Martoba, Ando tampak shok seraya memandangi wajah istrinya yang terbaring kaku didalam peti. Ketika ditemui, mengaku harus meminta pertanggungjawaban R Manurung, selaku bidan yang menangani persalinan istrinya. "Kesal kali aku lae, bisanya dia selamat kalau saja bidan itu tidak menyerahkan penanganan kepada anak dan anggotanya," ujarnya seraya mengarahkan konfirmasi lanjut kepada kakak iparnya, Rina br Turnip (44).

Dikatakan Rina, saat itu persinya Minggu (18/12) sekira pukul 10.00 WIB, adiknya mengaku sudah merasakan sakit pada bagian perut hingga berpikir sudah saat nya untuk melahirkan sang bayi. Sesuai rencana, korban langsung dibawa ke rumah R Manurung di Jalan Medan, Kelurahan Naga Pita, Siantar Martoba atau 2 KM dari rumah orangtuanya (rumah duka, red). Saat itu, Rina ditemani suami korban serta adik kandungnya, Saut Maruli Turnip (26) ke kerumah bidan tersebut.

Setelah ditangani, sang bidan berprediksi kalau kelahiran ditaksi sekitar pukul 16.00 WIB. Sehingga menyarankan korban termasuk suaminya untuk berjalan-jalan disekitar rumah yang sekaligus tempat ruang praktik persalinan. Belum merasa ada kekhawatiran saat itu, namun sekitar pukul 14.00 WIB, korban merasakan sakit lagi dibagian kemaluannya. Namun sang bidan malah keluar pamitan untuk menghadiri undangan pesta pernikahan.

Tanpa ada komando, Delvi br Sitorus (28) yang mengaku anak dari R Br Manurung bersama seorang perawat, langsung menangani korban. Baru hitungan detik memeriksa, Delvi memberitahu bahwa saatnya Ranimawarni melahirkan. Hal itu diketahuinya karena titik bukaan sudah tujuh. Selanjutnya meminta kepada Rani maupun suami korban untuk memberi ruang kepada kedua wanita tersebut menangani proses persalinan.

Hasilnya, masih hitungan sekali "Ngeden" sang jabang bayi berjenis klamin laki-laki itu, berhasil keluar dari rahim korban. Bahkan berat badan bayi mencapai 4 Kg dengan panjang 45 Cm. Rani dan suami yang sejak tadi memberi semangat pada korban, sempat mengingatkan kalau darah masih tetap keluar dari kemaluan korban. Tapi kedua gadis tersebut mengatakan kalau hal itu sudah biasa.

Meski begitu, Delvi memerintahkan perawat tadi untuk mengeluarkan ari-ari korban. Namun lebih dari setengah jam, ari-ari tersebut tak kunjung keluar meski perawat yang identitasnya sengaja dirahasiakan keluarga R Manurung itu sudah menekan perut korban berulang-ulang. Bukannya ari-ari, tapi darah tetap saja mengalir. "Biasanya itu kak, tadi dia (Ranimawarni, red) saat melahirkan buang air seni jadi deras dia keluarnya," ujar Rina menirukan perkataan Delvi saat itu.

Begitu sudah keluar, Delvi kembali memerintahkan perawat tadi untuk menjahit kemaluan korban. Bahkan proses itu, Delvi masih tetap mengarahkan. Sehingga menurut Rina dan Ando, korban dijadikan objek praktek. Sebab selama menjahit itu, perawat tadi masih meraba dan tampak jelas masih sangat ragu-ragu.

Masih keterangan Rina, satu jam setelah persalinan dianggap selesai, korban tiba-tiba saja mengeluhkan rasa sakit dan perih pada bagian rahim dan kemaluannya. Bahkan beberapa kali terucap, kalau korban lebih baik mati daripada menahan sakit itu. Jeritan itu membuat suaminya, dan Rina bingung apalagi, R br Manurung masih belum saja kembali. Walaupun mereka meminta Delvi untuk menghubungi ibunya, justru kembali beralasan, rasa perih itu masih biasa kepada orang yang baru melahirkan.

Bingung bercampur takut karena jeritan korban tidak henti-hentinya, Rina lantas menawarkan agar adiknya itu dibawa ke rumahsakit. Tapi Delvi menjawab dingin seolah keberatan dibawa kerumahsakit. Sebelum dibawa, R br Manurung akhirnya tiba dirumah. Namun tidak banyak berbuat dan hanya memeriksa kembali keadaan Ranimawarni serta bayinya.

Karena jeritan kesakitan tetap saja keluar dari mulut korban, membuat Saut Maruli Tua Turnip (26) iba dan langsung berinisiatif membawa kakaknya ke rumahsakit dengan menumpang angkot. Begitupun, bidan tersebut enggan memberi ijin karena tetap ngotot kalau kondisi korban tidak apa-apa.

Tapi naas, sekitar pukul 17.45 WIB sebelum tiba di rumahsakit Horas Insani Pematangsiantar, korban meninggal dalam perjalanan. Hal itu diketahui setelah dokter rumahsakit memvonis, kalau  korban sudah tidak bernyawa. Alangkah terkejutnya Rina, Ando dan Saut, sebab korban masih sempat bercerita didalam angkot. Diiringi kepedihan mendalam, korban dibawa pulang kerumah orang tua Ando di Jalan AMD tadi. Sedangkan bayi tersebut masih berada dirumah bidan R br Manurung.

Keluarga yang menyesalkan kejadian itu, mengarahkan kesalahan pada R br Manurung yang membiarkan Delvi dan perawat itu menangani persalinan. Anggapan Rina, Ando dan Saut kalau kedua wanita itu masih meraba. Apalagi diketahui kalai Delvi bukan berlatar pendidikan kesehatan maupu kebidanan. Sedangkan perwat tadi masih berstatus sekolah. Hasil perembukan keluarga, persoalan itupun dibawa ke pihak yang berwajib.

Oleh Polre Pematangsiantar unit Reskrim dan UPPA setelah menerima laproan Ando, Selasa (20/12) sekitar pukul 11.00 WIB langsung mendatangi rumah R br Manurung. Sayangnya petugas tidak mengijinkan peliputan dirumah tersebut. Vahkan R Br Manurung enggan menemui wartawan dan memilih diam dikamar.

Kasubag Humas Polres Pematangsiantar, AKP Altur Pasaribu menanggapi kalau pihaknya masih tahap penyelidikan dan membantah kalau kedatangan personilnya ke rumah R br Manurung bukan untuk mengamankan namun untuk mengorek keterangan. Pihaknya juga sudah melempar beberapa pertanyaan kepada Delvi dan perawat yang menangani persalinan korban. "Hasilnya kita tunggu saj," ujarnya seraya mengatakan, kalau R br Manurung dalam laporan itu masih diduga melakukan malpraktek.

Bidan Desa P. Waysindi Diduga Malpraktek

REALITA NUSANTARA – ONLINE. LAMBAR
Lambar, Sergap – Pemerintah mengupayakan program kesehatan yang prima bagi seluruh masyarakat. Tapi, sejauh ini program masih tersendat artinya belum dilaksanakan secara baik oleh petugas kesehatan di lapangan. Seperti yang terjadi di Pekon Waysindi Kecamatan Karyapenggawa, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) yang disinyalir telah melakukan malpraktek yang dilakukan oleh Bidan Desa Lidia Mispita terhadap Marisa Febiola yang berusia 3 bulan. Akibat kecerobohan dan tidak ketelitiannya dalam menangani pasien berusia 3 bulan itu, meninggal dunia.
Menurut keluarga yang ditemui Sergap di kediamannya, mengungkapkan kronologis kejadian, yakni pada hari Kamis (23/5) pihak Puskesmas mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan Balita di Posyandu Balai Pekon, yang ditangani bidan.
Ketika itu Bidan Lidia Maspita memasukkan vaksin ke tubuh pasien Marisa melalui suntikan pada paha kiri. Pada sore harinya bekas suntikan tersebut mengalami pembengkakkan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi Marisa. Sejak pembengkakkan itu, Marisa tidak henti-hentinya menangis karena menahan rasa sakit yang ia alami. Tak hanya itu, bahkan bekas suntikan itu mengeluarkan darah segar yang tiada henti-hentinya dan pembengkakkan itu merata ke seluruh kaki sebelah kiri.
Upaya yang dilakukan pihak keluarga pada saat itu tepatnya hari Jum’at, mereka telah memanggil bidan Lidia untuk mengecek atau melakukan penanggulangan atas derita yang dialami pasien Marisa. Akan tetapi bidan Lidia tidak segera datang untuk memeriksa pasien Marisa, bahkan bidan itu sempat berkata bahwa ia akan datang. Hingga menjelang sorenya bidan itu ditunggu-tunggu tidak kunjung tiba, bahkan si bidan malah mengutus pembantu rumah tangganya untuk menanyakan apakah pasien masih mengalami pendaharan atau tidak lagi. Sore itu, pihak keluarga pasien menambahkan, pendarahan yang dialami Marisa telah berhenti.
Keesokan harinya, Sabtu, bidan baru menjenguk pasien di kediamannya karena pasien mengalami pendarahan kembali dan terus menangis. Pada akhirnya bidan itu memberikan obat yang dibawa dari puskesmas.
Diakui pihak keluarga setelah diberi obat yang dibawa bidan itu, tangis anaknya agak berkurang, tapi tidak mengurangi panasnya suhu paha sebelah kiri dan tidak mengurangi kejang-kejang pada kaki kirinya. Minggu pukul 03 dini hari, Marisa akhirnya meninggal dunia. Kuat dugaan anak tersebut mengalami infeksi disebabkan karena kelalaian dan ketidakcermatan si bidan dalam menangani pasien karena dimana ada sebab disitu ada akibat.
Dikonfirmasi Sergap di kediamannya (26/5), Bidan Lidia Maspita mengatakan dirinya tidak ada wewenang untuk memberikan keterangan mengenai hal itu, sebab semuanya telah ia kuasakan terhadap pimpinannya.
“Saya tidak berhak memberikan penjelasan atas masalah ini, sebaiknya saudara menemui Kepala Puskesmas saja,” katanya.
Sedangkan Kepala Puskesmas, dr. Edwin H. Ma’as disela kesibukannya mengungkapkan bahwa permasalahan itu telah ia laporkan ke dinas terkait, dan mereka segera akan turun untuk mengecek kebenaran dan penyebab dari peritiwa itu.
“Ini masalah kedinasan, jadi saya harus melaporkan kejadian tersebut secepatnya serta dirinya tidak memihak kepada siapa-siapa,” tutur Edwin.
Selanjutnya imbuh Edwin, kemungkinan ada beberapa faktor masalah yang menyebabkan tentang tragedi itu. Pertama, mungkin masalah obat yang diberikan, apakah obat itu terlalu keras dengan kata lain dosisnya terlalu tinggi sehingga menimbulkan pembengkakkan. Kedua, mungkin apakah anaknya mengidap penyakit tertentu dan ketiga hal itu perlu diteliti.
Saat disinggung Sergap tentang versi kronologis dari pihak Puskesmas, Edwin menambahkan pihaknya tidak bisa memberikan penjelasan yang pasti, sebab hal itu sedang dilakukan pedalaman tentang keterangan si bidan itu sendiri. Oleh karena itu pihaknya bukan tidak mau memberikan pernyataan.
“Nanti akan dicocokkan keterangan dari pihak keluarga yang bersangkutan dengan keterangan dari bidan itu sendiri, nanti juga kelihatan benang merahnya antara yang jujur dengan yang tidak jujur, kita tunggu saja,” ungkapnya   (budi)***